Selasa, 28 Juni 2011

Memijakkan Kaki di Tanah Perawan

Isa Kirana
Perawan Jawa,
Itulah julukkan untuk gugusan Kepulauan Karimun Jawa yang terletak di utara Jawa Tengah. Butiran pasir putih, serta hamparan laut biru yang nyaris transparan, memberikannya predikat 'perawan'.
Wilayah ini ditempuh selama enam jam perjalanan dengan kapal ekonomi KM Muria, yang berangkat dari pelabuhan Jepara, atau kapal cepat Kartini melalui Semarang.

Di kepulauan ini, listrik termasuk langka, akan tetapi hal itu tidak menjadi masalah karena kebutuhan cahaya pada malam hari tetap bisa dipenuhi dengan tenaga diesel. Sementara itu, hembusan angin laut sudah cukup menyejukkan.

Penduduk di kepulauan ini berjumlah kurang lebih 3.500 kepala keluarga (menurut perbincanganku dengan salah seorang warga). Penduduk di sini ramah dan sadar wisata. Di tempat-tempat wisata dipasang papan-papan informasi, baik ditujukan untuk para wisatawan, maupun penduduk lokal. Bagi para wisatawan diharapkan agar mereka menghormati lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, merusak, atau mengambil kekayaan alam. Sementara itu, bagi para penduduk lokal diharapkan agar mereka menunjukkan ramah tamah kepada wisatawan.

Makanan sehari-hari di sini, tentunya hidangan laut. Setiap hari aku melihat dan menyantap hidangan cumi.

Untuk dapat mencapai Karimun Jawa, tidak diperlukan biaya yang mahal. Tergantung akomodasinya...
Dengan biaya kurang dari 700ribu rupiah (untuk tiga hari), sudah bisa menginap, makan kenyang, beli survenir, naik kapal pulang-pergi dari Jepara, dan naik bus eksekutif pulang-pergi dari Jakarta ke Jepara.

20 Juni 2011

Ketika itu, aku pergi bersama teman-teman kuliah.
Kami berangkat dari terminal bus Lebak Bulus, Jakarta, yang dijadwalkan jam 17:00. Tetapi, aku keasyikan menonton TV sampai-sampai tidak sadar sudah jam 16:15. Aku pun terlonjak kaget, dan segera berangkat. Sebenarnya, perjalanan dari rumah ke Lebak Bulus tidak membutuhkan waktu yang lama, tetapi kemacetan lalu lintas siapa yang bisa mengira?

Perjalanan pun kuhabiskan dengan bergosip sambil menghabiskan sekantung chips.
Saat tak ada lagi yang dibicarakan, kini waktunya melakukan perenungan hidup, ditemani bintang-bintang dan bulan yang sudah cembung.

Dalam perenungan itu aku terbawa kepada kenangan satu tahun yang lalu.
Setahun yang lalu, aku merasa sedang menjadi orang yang berada di titik terbawah kehidupan, meratapi cinta. Namun kini, satu tahun kemudian, aku berada di dalam perenunganku dan menemukan arti cinta yang baru: berpetualang.


21 Juni 2011
Hari kedua perjalanan.

Waktu menunjukkan pukul 13:40, dan aku masih berlayar. Masih kurang dari empat jam, tapi aku sudah rindu daratan. Jadi terbayang bagaimana para penjelajah samudera di masa lalu yang harus berlayar berbulan-bulan, bahkan tahunan lamanya. Setidaknya, pemandangan laut biru dan aroma garam yang pekat telah menyejukkan jiwaku.

Selama di kapal, aku tidur di atas matras bergantian dengan teman-temanku. Niat untuk menonton TV terpaksa dikubur, karena di tengah lautan sulit untuk mendapat sinyal.

dua jam kemudian...
Akhirnya aku tiba.
Malam ini kuhabiskan di alun-alun Karimun. Di atas lapangan hijau aku berbaring, menggapai cita-citaku untuk menatap ribuan bintang di langit. Karena penerangan yang sangat minim, bahkan hanya sedikit lampu jalan yang dinyalakan pada malam hari, sinar bintang dan bulan terlihat sangat terang.

Selanjutnya, aku jalan-jalan sebentar ke dermaga. Di sana ada beberapa orang yang memancing cumi-cumi, termasuk sepasang anak dan bapak yang baru mendapat dua ekor.




22 Juni 2011
Hari ketiga perjalanan.

Sekali lagi berhadapan dengan hamparan lautan. Kali ini, aku bisa menikmati pulau-pulau kecil yang tersebar di atasnya.



Ketika aku sedang menikmati pemandangan itu, tiba-tiba seorang ibu membuang sampah ke laut. Sudah dua kali aku melihat orang membuang sampah ke laut! Kesal sekali rasanya.
Keduanya mengenakan simbol keagamaan. Seharusnya mereka yang memegang semboyan 'kebersihan adalah sebagian dari iman', tetapi mereka melanggarnya. Lantas apa arti simbol yang mereka kenakan?

Terlepas dari kejengkelan itu, aku menginjakkan kaki di sebuah pulau, dan bermain di sana.
Di pulau itu, aku memenuhi impianku beberapa bulan lalu: duduk menengadah di atas pasir putih, memandang langit biru, diiringi desiran ombak.

23 Juni 2011
Hari yang panjang.

Aku menyambut pagi dengan semangat.
Hari ini aku akan kembali menyelami lautan, sekaligus mengakhiri petualanganku di Kepulauan Karimun Jawa.

Aku berkenalan dengan penghuni terumbu karang di bagian lautan yang lain. Rupanya, aku tak hanya disambut oleh ikan-ikan, tetapi juga oleh ubur-ubur. Walaupun jaraknya beberapa meter dariku, tetapi listriknya menyengat kulitku. Entah ini sial atau untung tersengat ubur-ubur. Di satu sisi aku merasa bangga karena ada pengalaman berenang bersama ubur-ubur, tetapi di satu sisi sengatannya lumayan menyakiti.

Tujuan terakhir hari ini adalah penangkaran hiu dan penyu.
Siapa sangka aku berani berenang di satu perairan dengan hiu? Dan siapa yang menyangka kalau ikan hiunya malah menjauh dari manusia? Jauhkan hayalanmu akan film "Jaws", atau "Shark Attack", karena hiu-hiu itu samasekali tidak mengejar. Malah, aku digigit ikan-ikan kecil yang juga berenang di sana.

Petualangan hari ini diakhiri dengan santapan ikan bakar yang lezat.
Lengkap sudah rasanya :)

Sekitar jam 11 malam, aku berangkat menuju Jepara,
mengucapkan salam perpisahan sementara untuk Karimun Jawa.

Isa Kirana / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar