Selasa, 28 Juni 2011

Habis Menyelam, Makan Lumpia.

Isa Kirana
Setelah berhari-hari dihabiskan di atas air, aku kembali ke daratan...

24 Juni 2011
Pengalaman berharga.

Untuk pertama kalinya, aku bangun dari tidur malam di tengah lautan. Kapal yang berangkat malam hari dari Karimun Jawa mendarat saat subuh, memberikan kesempatan bagi mereka yang mau menikmati pagi hari yang sunyi di Kota Jepara.

Aku menuju terminal bus untuk melanjutkan perjalanan ke Semarang, diantar becak. Menyusuri kota yang masih belum terang dan sepi, membawaku pada 'kenangan' masa lalu, suatu ketika di Jawa...

Rencananya, dari Semarang aku akan naik kereta jika belum penuh, atau bus untuk kembali ke Jakarta. Setelah jelas akan pulang naik apa, rencananya mau ke Lawang Sewu.

Aku tak menyangka bahwa petualanganku tak berakhir dengan ambisi ke Lawang Sewu, ternyata juga dirundung kesialan. Pertama, ongkos bus ke Semarang yang dilebihkan empat ribu rupiah. Kedua, tiket bus ke Jakarta yang dilebihkan 40ribu rupiah. Sialnya lagi, fasilitas yang ditawarkan tidak sesuai dengan kenyataan. Tak lagi-lagi aku beli tiket bus lewat agen, mencari untung lewat kebuntungan orang.

Seketika aku rindu suasana Karimun Jawa, terutama hembusan angin laut dan pemandangan biru-hijau yang segar, serta penduduk yang ramah.

Di Semarang, dengan waktu yang singkat ini, aku menjelajahi kota naik bus. Kota ini terbakar matahari dan diselubungi asap kendaraan yang melintasi.


Namun, semua itu cukup terbayar dengan suasana 'Kota Lama' yang masih digunakan untuk kegiatan administrasi, niaga, dan komunikasi.

Sesuai rencana, aku berkunjung ke Lawang Sewu, 'Seribu Pintu' artinya. Sebanyak ruangan di dalamnya, sebanyak 'penghuninya', maka banyak pula fantasiku tentang Lawang Sewu. Banyak pertanyaan yang dapat diungkapkan dengan 5W+1H.









Bahkan, aku berharap agar tempat itu tidak hanya dijadikan 'wisata misteri', akan tetapi diangkat sejarahnya melalui perfilman. Sayang, kalau warisan sejarah itu hanya berakhir di bioskop sebagai setting film horror. Bisa dikisahkan bagaimana gedung itu ketika pertama kali digunakan, berturut-turut oleh pemerintah Hindia Belanda, Jepang, RI, bahkan RIS.

Di akhir kunjungan, aku membeli uang-uang logam kuno untuk melengkapi koleksiku di rumah. Sungguh 'pucuk dicinta ulam tiba' :)

Malam ini akan kuhabiskan di dalam bus yang terlambat satu jam. Sekalipun kemalangan menjadi nasib, pastilah ada maksud di baliknya. Untuk pengalaman kali ini, aku bersyukur atas kesempatan lain yang bisa dinikmati, dan tentunya belajar agar lebih siap di lain waktu.

Isa Kirana / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 komentar: